Rabu, 10 Februari 2010

Membuang idealisme

Membuang idealisme “ yang merugikan” ? sudah kulakukan…

Kalian punya sebuah idealisme? Apakah idealisme itu membuat kalian maju? atau malah membuat kalian bertambah keras kepala?

Membuang idealisme yang merugikan diriku sudah kulakukan secara bertahap…ketika aku anggap bahwa aku harus mendapatkan nilai atas usaha aku sendiri dan aku berusaha untuk tidak meminta pertolongan orang lain, hasilnya adalah kekecewaan, sedikit kepuasan yang rasanya dipaksakan, dan nilai yang buruk. Ketika idealisme itu buruk adalah ketika kepribadian yang sama sekali tidak mendukung dan bertolak belakang dengan idealisme kita.
Di sini yang saya katakaan kepribadian adalah kebiasaan hidup dan mental.
Sedangkan yang saya katakan sebagai idealisme adalah keteguhan memegang prinsip.
Terlalu sombong rasanya bila memaksakan kemampuan di luar batas, mungkin saat pertama kali ketidakcocokan idealisme itu terungkap maka saya akan melakukan pembelaan dan pengajuan sikap sabar, berharap idealisme itu akan berhasil seiring waktu dan perkembangan pribadi, tapi memang merubah kepribadian itu sangat susah tanpa di dukung motivasi dari dalam, ketika motivasi di dalam mantab-ternyata gagal melawan halangan dari luar diri…
Jika terus dipaksakan maka akan merugikan bagi diri sendiri.
Dulu saya memilih untuk tidak ”bekerja sama ” saat ujian, dari dulu, tapi semenjak perasaan iri muncul melihat nilai teman yang bagus padahal belajarnya biasa biasa saja malah santai, godaan dan tekanan membuat saya berubah haluan, dari haluan ”pandangan ke kertas ujian” sekarang menjadi haluan ”kiri-kanan-depan dan belakang”.
Saya sangat menyesal karena kesalahannya terletak bukan karena tidak ”bekerja sama” melainkan tidak ada persiapan, hanya sistem kebut semalam,
Namun hal lainnya adalah saat penentuan judul proposal skripsi....ketika mendapat sebuah judul yang saya pikir ”transetter”, dan saya sangat bersemangat prospek lanjutnya, saran ibu saya yang lebih berpengalaman menyarankan bahwa skripsi hanyalah syarat dan luluskan saja, pelajari benar benar, namun bila saya telah lulus dan berhasil dengan nilai yang memuaskan maka barulah lanjutkan idealisme itu.....idealisme akan ”kemampuan benar benar pribadi dari diri sendiri”....

Satu yang aku takut adalah masalah berhutang budi....maka aku memilih untuk mengerjakan segalanya dengan kemampuan diri sendiri..nyatanya, jauh dari daya....sekarang idealisme mana lagi yang mau dibuang?

Kita ini bukan siapa siapa....jika bodoh akuilah...dan cari cara mengatasi kebodohanmu...jika bodoh jangan takut dibilang bodoh...apakah salah bertanya kepada orang lain yang lebih tahu sedikit darimu ?....apakah rugi bertanya kepada orang lain yang tidak minta apa apa darimu?...tidak bisa membalas? Kalau begitu mintalah pada yang tidak minta imbalan...malu...apakah Cuma kamu aja yang melakukan seperti itu ?...apakah itu memang tujuanmu dari awal?bukankah itu karena keterpaksaanmu yang buat mu harus memilih? Idealis dengan hasilnya nilai yang jelek, ataukah membuang sedikit keras kepala dan ego dengan rasa lega dan penyadaran akan kesalahan agar tidak mengulanginya di masa depan...sadar punya kekurangan lebih baik kan? Daripada tidak...

Ini buat yang punya idealis tapi tak bisa menyesuaiikan dengan kepribadiannya sendiri....

Ini buat yang sudah terlanjur lama ”keras kepala”, akhirnya darah di otak beku dan akibatnya tidak bisa berpikir jernih .

Keras kepala>otak beku>pikiran sumpet>stroke>matek muda...

Yang betul tu idealis dan realistis....kemudian instropeksi dan terakhir rekonstruksi…yang rutin tu…maintenance….sip!

4 komentar:

  1. Kalo di dunia film indonesia, kadang sulit untuk jadi sutradara yang idealis karena tuntutan produser yang berbeda idealis. Si sutradara idealismenya adalah film berseni sementara si produser idealismenya film komedi seks. hahaha... susah kalo udah begitu.

    BalasHapus
  2. artikel yg menarik kawand..
    slam knal ya..??

    BalasHapus
  3. to mas grinsant ( ga apa apa ya dipanggil begitu...kedengarannya lebih enak) : idealis mereka yang begitu sebenarnya adalah materi...menurut saya mereka pandai melihat penomena dan pandai memanfaatkan peluang...asalkan saja penomena yang terjadi bukan "mayoritas cinemania suka film berbau seks vulgar layar lebar " a.k.a tau malu, dalam artian berubah pola pikir masyarakat jadi lebih dewasa pasti mereka bakal berubah haluan...cuma memang itu semua udah naluri manusia...punya nafsu

    BalasHapus
  4. to mas umar : salam kenal juga mas...moga artikelnya bisa dimengerti...(soal typo memang saya tidak ahli)...haha..

    BalasHapus